Bangun jam 04.30, nyuci piring dan gelas bekas semalam, nyiapin
minum dan sarapan (telur orak–arik) dan bekal (sandwich) Bob, nyiapin air
mandi, bangunin buat sarapan dan belajar. Huaaah.
Setelah Bob belajar dan sarapan, giliran nungguin mandi sambil
nyiapin seragamnya. Nah, pas pakai baju, Bob setengah takut–takut bilang, “Boleh gak,
kalo aku gak usah pakai miniset?”
Ups, apa ini? “Memangnya kenapa?”
Jawab Bob, “Kemarin, pas ganti baju olahraga si R bilang, ‘Ih,
gengsi dong, pakai miniset.’ Aku malu, Ma ….”
Oke, hitung 1–5, mikir dulu, dan jawabku, “Lebih malu lagi kalo anak
perempuan yang sudah mulai gede kok gak pakai miniset. Mama beliin dan minta
Bob pakai miniset karena Mama sayang sama Bob, perhatian, dan gak pengen Bob
nantinya malu.”
“Kenapa aku bisa malu? Si R malah bilang kalo pakai miniset itu malu.”
“gini ya Nak … anatomi atau bentuk badan anak perempuan itu berbeda
dengan anak laki–laki, dan akan semakin tampak bedanya begitu kalian beranjak
dewasa, contohnya bagian dada. Nah, yang beda itu harus ditutup, supaya tidak
bikin penasaran yang lihat.”
Bob bengong mendengarkan.
Lanjutku, “Mungkin sekarang memang belum banyak temanmu yang pakai
miniset, tapi Mama jamin deh, anak seumurmu memang sudah sebaiknya pakai. Kalo
belum disarankan pakai, kenapa bisa pakaian dalam jenis miniset diciptakan?
Namanya saja ‘mini’, berarti yang musti pakai adalah anak–anak mini atau kecil
dong. Kalo yang musti pakai cuma anak besar, berarti harusnya langsung bra
dong. Iya gak?” Bob ngangguk, jadi aku teruskan, “Biarkan saja kalo teman
ngejek. Berarti teman Bob gak seberuntung Bob, punya Mama yang paham kebutuhan
anak perempuannya. Oke?’
Yep, dari pengamatanku terhadap Bob dan teman–teman sekolahnya, ada
beberapa catatan menarik nih:
- Bahwa sex education masih belum diterapkan di kebanyakan rumah tangga di lingkungan teman–teman Bob. Seks di sini bukan/belum tentang sexual intercourse ya, karena kita bicara tentang pengetahuan dini anak–anak. Tetapi lebih ke pemahaman tentang anatomi dan perbedaannya, serta bagaimana menyikapi perbedaan tersebut tanpa menyebabkan rasa risih serta sungkan. Coba saja, teman–teman Bob yang waktu kelas 2 kebanyakan sudah berumur 8 tahun, pada waktu olahraga renang masih dibiarkan saja oleh orangtua mereka untuk mandi bilas bersama–sama cowok dengan cewek, tanpa penutup badan apapun. Tetapi anak perempuan justru dibiarkan untuk merasa malu dan sungkan dengan keberadaan perangkat standar perempuan seperti miniset dan bra.
- Anehnya, para orangtua malah membiarkan anak perempuannya untuk mulai mengenal cowok ke jenjang yang lebih tinggi dari pertemanan. Bukti? Dengan longgar anak–anak 8~9 tahun ini dibiarkan mulai membahas tentang ‘pacar’, ‘cowok terganteng di kelas’, ‘Coboy Junior yang paling ganteng’, dan menyanyikan lagu–lagu cinta.
Buatku hal ini aneh dan berbahaya. Bagaimana mereka bisa mulai
belajar menjaga diri mereka dengan benar jika pengetahuan dasar belum
diberikan, tetapi justru dibiarkan untuk mulai merambah ke area yang lebih advance seperti hubungan dengan
lawan jenis ini?
(Sigh) Semoga aku bisa membimbing anakku dengan benar dengan dasar
agama, logika, dan moral secara berimbang.